Ini perasaanku atau udara di ruangan ini berat kali bos.
Mungkin aku merasa seperti ini karena adrenalinku yang naik kali? Tetesan keringat dingin di punggungku tidak membantu asem.
Wajahku terasa diiris oleh tatapan seorang ayah yang sedang mengamuk.
Perntanyaanku, kenapa aku sendiri yang kena bos!?
Aku kira Gaharu bakal tanggung sendiri buat menghadap ke bapaknya soal insiden di wismaku.
Dia bawa dua kawannya juga tidak membantu bos. Mereka cuma duduk terdiam menatap meja kopi ruang wakil kepala sekolah pula.
Pak wakil kepala sekolah bagian kesiswaan, aku mohon segera buka pertemuan ini.
***
"HHHaaahhh!!!"
"Akhirnya bangun juga kau bos?"
"ARRGGHH!!!"
"Jangan gerak sembarangan!" bentaku sambil menekan kakiku pada leher Gaharu.
"Mmpph!"
"Kau tahu apa yang baru terjadi tadi? Fahrizi baru saja membunuhmu dengan menghentikan jantungmu."
Dia hanya menatap marah.
"Kita bertiga baru saja bangkitin kau dengan modal kabel setrikaan. Aku ga mengharapkan terima kasih tetapi, setidaknya kau diam dan mendengarkan. Paham!"
"Jauhin muka lu dari muka gua! Ga sudi gua anjing sejarak dengan lu!"
"Aku mendekat untuk memastikan kau paham dan mendengarkan kata-kataku dengan baik. Tidak ada sepeser sel di tubuhmu yang pantas untuk dihormati."
Aku sudah menebak reaksi dia akan seperti ini, meledak dengan warna merah.
Lah, kenapa dia perlahan membiru.
Aku melepaskan kakiku seiring dia menghantamnya.
"Kahil, Dharmo, paksa dia berbaring!"
Sepertinya ada masalah di jantung dia. Aku harus memeriksa.
Detaknya tidak benar lagi. Aku harus melakukan sesuatu.
Kekuatan mentah, kau tidak mengecewakan aku di awal, jangan buat aku kecewa sekarang.
Satu, dua, (bugh!).
"HHhhaaahhh! Lu apain jantung gua bangsat!"
"Ini bukan ulahku bos. Kalau aku menebak ini dampak dari yang telah dilakukan oleh Fahrizi."
"Lu ngapain bawa-bawa nama bangsat itu anjing."
Orang ini baru diam kalau akau tampar dulu asu! (Prak!)
"LU GA ADA HAK BUA...,"
Tangan tidak ada efek. Batok kepala mungkin lebih efektif, (BUGH!)
"AKHIRNYA KAU DIAM HAH!? Sekarang dengarkan baik-baik. Kau sudah melihat dengan mata kepala sendiri apa yang terjadi di wisma ini. Bahkan, dua penjilat silitmu juga, jadi korban. Kau mau menyangkal sebagaimana pun ga ada guna. Kita semua bakal dipandang sebagai orang gila kalau kita cerita. Benar tidak!?"
Mana nyalimu bos. Kau sudah menyombongkan kuasamu di awal tetapi, setelah mendengar argumen logis kau diam? Sumpah, anak manja satu ini ngeselin asem.
"Fahrizi sudah mendapat kedamaiannya dengan upaya dia membunuhmu dengan sambaran dari soket bohlam. Kau selamat tapi, kau dapat komplikasi jantung. Ini yang disebut konsekuensi yang setara, kau paham?"
"APANYA SETARA ANJING!!?? GU..., ARGH!"
"Itu setara buat lu," sahut Kahil.
"Kalau kau sudah paham. Aku bakal terusin. Aku ga minta banyak. Kau tetap terusin tugas kau sebagai panor, divisi orientasi. Kau mau main bantai atau apa...,"
"Oni, Oni, Oni sek...," panggil Sudharmo. "Kon yakin, arek iki mau kon bebasin wae. Nanti kalo dia ngasal lagi di meja makan piye cuk?"
"Bos, kalau kau paksa dia untuk baik doang ke wisma kita, apa ga curiga panor yang lain?"
Sudharmo diam memikirkan kata-kataku.
"Aku lanjutkan, kau mau main bantai, terserah. Yang aku mau sederhana, aku mau melalui orientasi ini. Itu saja. Panitia lain mau melempar apa, terserah.
"Tetapi, insiden ini bakal ngundang pertanyaan dari guru dan pisma. Aku gatau bagaimana caranya, kau harus cari cara supaya mereka bisa buang muka dari insiden ini. Kau bisa?"
"Ngapain gua dengerin lu anjing! Gua bisa ngerusak hidup lu dengan satu telfon ke bokap gua! Emang lu siapa anjing!"
"Aku sudah bilang berkali-kali ke muka kau. Aku Otniel Sitohang. Aku gausah bawa-bawa bapak karena aku tahu, sejak aku hidup di sini, aku bertanggung jawab terhadap tindakanku sendiri.
"Bisakah sekali saja, kau tidak manja, bergantung sama bapak kau dan tanggung jawab sendiri. Juga, kalau kau lapor bapak. Kau mau bilang apa? Hm? Kau patroli sama abang-abang non-panitia? Menurutmu, sekolah bakal bilang apa? Gausah jauh-jauh dah. Bapakmu bakal bilang apa anjing?"
Dia terdiam.
Jelas dia terdiam. Kasus ini tidak seperti, kasus Fahrizi yang dia menanam barang bukti palsu juga, bukan dia yang terlibat sendiri. Saat itu Fahrizi dan Gaharu hanya satu lawan satu sehingga, dia bisa memalsukan pengalaman dia.
Sekarang ada dua orang yang dia harus tanggung. Aku yakin bapaknya tidak mau menanggung dua orang tanpa nama.
"Kau ga bisa bilang apa-apa kan? Ya sudah, kau pikirkan alibi bagaimana, aku tunggu hasilnya.
***
"JADI! ADA YANG MAU MENJELASKAN MENGAPA ANAK SAYA TIBA-TIBA MENDAPATKAN KOMPLIKASI JANTUNG GARA-GARA PATROLI DOANG!?"
ITU YANG KAU BILANG KE BAPAKMU KAH GAHARU! ARGGHHHH! GOBLOOKK!!!
KAU TIDAK LIHAT KAH URAT MATA DIA HAMPIR MEMBOCORKAN DARAH SAKING MARAHNYA!!!
"Pah, biar saya yang menje...,"
"ENGGA, SAYA MAU DENGAR DARI PIHAK SEKOLAH TERLEBIH DULU! JELASKAN PADA SAYA!"
"Dengan segala hormat Mayjen Amarullah," sambut wakil kepalas sekolah kesiswaan. "Anak bapak adalah tanggung jawab saya merupakan fakta. Namun, anak anda juga memilih sebagai panitia orientasi para kelas 1. Saya mengundang ananda Otniel di sini karena dia siswa yang diajukan oleh ananda Gaharu sebagai untuk menjamin satusnya."
"BENARKAH ITU!"
"Siap, benar pak!"
Ahhh!!! Aku ga suka berbohong. Aku bisa merasakan lidahku jadi pahit pula. Bangsat kau Gaharu!
"TERUS, MEREKA BERDUA!?"
"Aku bisa menjelaskan Pah...,"
"GA PERLU, SEPERTINYA SAYA TAHU! KALIAN PASTI PENYEBABNYA KAN? SAYA GA TAHU BAGAIMANA KALIAN BISA MEMBERIKAN KOMPLIKASI JANTUNG KE ANAK SAYA TETAPI, PASTI GARA-GARA KALIAN!
Hhhhaah, sebuah alibi mentah jatuh ke atas paha aku dan Gaharu.
Mata dua penjilat Gaharu membengkak terkejut mendengar kata-kata Mayjen Amarullah.
"KALIAN BERUSAHA MENYUSUP KE WISMA ANAK INI, BARU KALIAN KETAHUAN ANAK SAYA!? JADI, HARUSKAH ANAK SAYA KALIAN BUAT JADI SEPERTI INI!? KARENA DIA MERUSAK RENCANA KALIAN, KALIAN MENCABUT KESEMPATAN DIA UNTUK KE AKADEMI!?"
"Bukan seper...," sahut salah satu kroni Gaharu.
"SAYA GAMAU DENGAR! KALIAN BERSIAP SAJA UNTUK MASA DEPAN KALIAN! PAHAM! YANG SAYA TAHU, KALIAN GA AKAN MELANJUTKANNYA LEWAT SEKOLAH INI!!!"
***
"Jadi bagaimana Oni?" tanya Komang dengan menopang kepalanya di atas sandaran kursi.
"Mau kau bagaimana? Seindah pelangi? Seramai nano-nano?"
"Cuk, sabar wae le, ra usah ngegas. Iki tak bukain jendela ne biar kon ra stres."
"Ahh..., setidaknya permasalahan Gaharu udah selesai bos. Aku ga mau mikirin lagi dah. Aku stres gara-gara mikirin hantu doang asu!"
"Tapi, setidaknya kamu menyelamatkan teman-teman wismamu Oni."
"Jujur bos, walaupun aku ngobrol dengan kalian, aku masih belum ngategorikan kalian sebagai teman."
"Anjing juga lu."
"Bukan gitu. Itu hanya karakterku bos. Kita kerja sama dan dekat gara-gara kita lagi menghadapi situasi genting. Tetapi, kalau situasinya berubah bagaimana?"
"Berubah piye?"
"Kalau karena kepribadianku yang frontal kalian merasa risih baru pura-pura ga kenal? Aku belum ada jaminan untuk itu bos."
"Ta...,"
"Aku ga yakin dengan kata-kata bos. Aku percaya aksi berbicara lebih daripada mulut kalian. Aku mempercayai Kahil dan Sudharmo untuk menanyakan informasi ke Pak Hadi karena aksi kalian sudah berbicara. Tapi, itu karena tekanan dari Fahrizi.
"Aku hanya menunggu ke depannya bagaimana bos."
"Yo wes kalo kon mikir gitu asu!" ucap Sudharmo kesal. Dia langsung melompat dari kasur Kahil meninggalkan kamarku.
"Gua, jujur ga suka ama kata-kata lu. Tapi, gua ga bisa bilang lu salah Ni."
"Kamu yakin Oni dengan kata-katamu?"
"Aku ga akan narik kata-kataku Mang. Lebih baik aku jujur di awal sebelum aku berakhir menyakiti orang di akhir."
"Kamu ga salah sih untuk itu. Hanya, setidaknya kata-katanya bisa diubah dikit atau bagaimana?"
"Ga, ga ada perubahan bos."
"Ok."
"Ngomong-ngomong, cara kau bebas dari Fahrizi gimana bos?"
"Aku sendiri ga tahu juga Oni. Tiba-tiba aku terbangun begitu saja."
"Kau ga ada dengar apa-apa gitu atau ada jejak lain gitu yang dia tinggalin?"
"Engga..., eh, aku ingat dia bilang sesuatu. Dia bilang "Aku tidak memerlukan kalian lagi", semacam itu."
"Hm, okelah. Yang pasti, dia sudah mendapatkan penutup kasusnya."
Langit sore ini indah juga ya. Warna oranyenya menenangkan aku dari stres di ruangan tadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar